Ketika Kuasa Disalahgunakan dan Ketika Otoritas Dihina (Abuse of power vs Contemptuous rebellion)

Refleksi Teologis–Pastoral tentang Sikap terhadap Kepemimpinan

Dalam kehidupan gereja maupun masyarakat, selalu ada dua bentuk penyimpangan dalam menyikapi kuasa. Pertama, mereka yang memiliki kuasa tetapi menyalahgunakannya (abuse of power). Kedua, mereka yang tidak memiliki kuasa secara jabatan, tetapi menggunakan kata-kata untuk mencemooh, meremehkan, dan melemahkan pemimpin – sebuah bentuk pemberontakan penuh penghinaan (contemptuous rebellion).

Kedua sikap ini sama-sama merusak persekutuan. Yang satu menyakiti umat melalui tindakan; yang lain merusak wibawa pemimpin melalui kata-kata. Keduanya menghancurkan damai sejahtera yang ingin Tuhan bangun di tengah jemaat-Nya.


1. Penyalahgunaan Kuasa: Ketika Pemimpin Tidak Lagi Melayani

Alkitab berkali-kali mengkritik pemimpin yang menggunakan kuasa untuk menekan yang lemah, mengambil keuntungan pribadi, memanipulasi, atau menutupi kesalahan dengan otoritasnya. Yesus menegur para pemimpin yang memerintah dengan gaya penguasa, bukan hamba.

Pemimpin yang demikian lupa bahwa kuasa bukan alat untuk meninggikan diri, melainkan mandat untuk melayani. Pemimpin rohani dipanggil bukan menjadi “penguasa”, tetapi “hamba yang setia”.

Pertanyaan reflektif bagi pemimpin:

  • Apakah aku memakai kuasa untuk kebaikan umat, atau demi menjaga kehormatanku sendiri?
  • Apakah keputusanku dilandasi kasih dan takut akan Tuhan, atau didorong oleh ambisi dan kepentingan?

Pemimpin yang menyalahgunakan kuasa sebenarnya sedang membangun kerajaan dirinya, bukan Kerajaan Allah.


2. Pemberontakan Tanpa Kuasa: Ketika Orang Biasa Merusak dengan Kata-Kata

Jika abuse of power adalah dosa pemimpin, maka ada juga dosa dari sisi lain: orang yang tidak memiliki kuasa secara struktural, tetapi merusak otoritas melalui cemoohan, sindiran, penghinaan, dan gosip. Ini bukan kritik sehat, bukan nasihat rohani, melainkan upaya sistematis untuk undermining authority, yakni menjatuhkan wibawa pemimpin tanpa memikul tanggung jawab apa pun.

a. Roh pemberontakan

Alkitab menggambarkan orang-orang yang berani menghujat dan mengata-ngatai pemimpin rohani, padahal mereka tidak memahami seluruh tanggung jawab yang dipikul. Mereka menolak tunduk, tetapi berani menghina.

b. Dosa mencemooh pemimpin

Dalam Perjanjian Lama, umat diingatkan untuk tidak mengutuki pemimpin bangsanya. Ini bukan hanya etika sosial, melainkan sikap rohani: menghormati tatanan yang Tuhan tetapkan. Mencemooh, mengutuki, dan menjatuhkan pemimpin bukanlah sikap yang dikehendaki Tuhan.

c. Tidak mau memikul tanggung jawab

Orang yang suka mencemooh pemimpin biasanya tidak mau memikul beban pelayanan. Ia tidak mengatur, tetapi mengkritik keras; tidak memimpin, tetapi ingin menguasai opini; tidak menanggung risiko, tetapi berani menghina.

Inilah yang dapat disebut sebagai contemptuous rebellion: pemberontakan yang dibungkus dengan hinaan, sindiran, dan kata-kata yang menjatuhkan.


3. Mengapa Orang Tanpa Kuasa Bisa Menjadi Perusak Otoritas?

Secara pastoral, ada beberapa motif yang sering muncul di balik sikap menghina otoritas ini:

  • Iri hati terhadap pemimpin
    Ingin dihargai atau diakui seperti pemimpin, tetapi tidak memiliki legitimasi dan proses panggilan yang sama.
  • Merasa lebih tahu
    Menganggap dirinya paling benar, tanpa melihat gambaran besar tanggung jawab yang harus dipikul pemimpin.
  • Sakit hati personal
    Luka dan kekecewaan pribadi terhadap pemimpin tidak diolah di hadapan Tuhan, tetapi dijadikan bahan serangan terbuka.
  • Keinginan menguasai tanpa posisi
    Tidak punya jabatan, tetapi ingin mengendalikan arah pelayanan lewat opini dan tekanan, bukan melalui panggilan dan penataan gerejawi.
  • Perasaan rendah diri yang disembunyikan
    Meremehkan orang lain dipakai untuk menutupi rasa kurang berharga di dalam dirinya sendiri.

Akibatnya, mereka menggunakan “senjata” satu-satunya yang mereka punya: kata-kata. Kata-kata itu bisa lebih tajam dari pedang dan seringkali lebih merusak daripada kesalahan pemimpin itu sendiri.


4. Dua Sisi yang Sama-Sama Merusak

Sering kali gereja hanya menyoroti bahaya penyalahgunaan kuasa (abuse of power), tetapi lupa bahwa penghinaan terhadap otoritas juga merupakan dosa serius.

  • Penyalahgunaan kuasa merusak dari atas.
  • Pemberontakan lewat cemoohan merusak dari bawah.

Keduanya sama-sama menghancurkan:

  • kesatuan tubuh Kristus,
  • kepercayaan jemaat terhadap kepemimpinan,
  • dan kelancaran pelayanan bersama.

Pemimpin yang menyalahgunakan kuasa dan anggota jemaat yang menghinakan kuasa adalah dua ekstrem yang sama-sama menjauhi karakter Kristus.


5. Sikap yang Dikehendaki Tuhan

a. Pemimpin: Kuasa untuk melayani

Yesus mengajarkan bahwa siapa yang ingin menjadi besar harus menjadi pelayan. Kuasa di tangan pemimpin gereja bukanlah hak istimewa untuk memerintah sesuka hati, melainkan kesempatan untuk melayani dengan rendah hati. Pemimpin dipanggil untuk mengingat bahwa ia sendiri berada di bawah otoritas Kristus.

b. Jemaat: Menghormati otoritas dan mendukung dalam doa

Jemaat dipanggil untuk menaati dan menghormati pemimpin yang Tuhan tetapkan, selama pemimpin itu berjalan dalam terang firman. Ini bukan berarti pemimpin kebal kritik, tetapi kritik harus diberikan dengan kasih, hormat, dan kerinduan membangun, bukan menjatuhkan.

c. Semua pihak: Menjaga lidah

Alkitab mengingatkan bahwa hidup dan mati dikuasai oleh lidah. Perkataan dapat menjadi alat penghiburan dan pemulihan, tetapi juga dapat menjadi senjata yang melukai dan memecah-belah. Karena itu, baik pemimpin maupun jemaat harus bersama-sama belajar mengendalikan kata-kata, baik di mimbar, di rapat, maupun di percakapan sehari-hari dan media sosial.


6. Penutup: Jalan Rekonsiliasi di Bawah Salib

Gereja hanya dapat bertumbuh sehat ketika kedua pihak kembali kepada hati Kristus:

  • Pemimpin merendahkan diri dan memakai kuasa untuk melayani, bukan menguasai.
  • Jemaat menghormati otoritas, berhati-hati dengan kata-kata, dan setia mendoakan pemimpinnya.

Keduanya dipanggil bertemu di tengah: di bawah salib Kristus. Di sana, pemimpin dan jemaat sama-sama diingatkan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah dikasihi dan diampuni. Di sana, tidak ada tempat bagi kesombongan pemimpin maupun penghinaan jemaat. Yang ada hanya kerendahan hati, pertobatan, dan kerinduan untuk membangun tubuh Kristus bersama.

Kiranya Roh Kudus menolong gereja-Nya, agar kuasa tidak disalahgunakan, dan agar otoritas yang sah tidak dihancurkan oleh cemoohan, melainkan dipelihara dalam kasih, kebenaran, dan ketakutan akan Tuhan.

Read 12 times

Last modified on Monday, 08/12/2025

Leave a comment

Make sure you enter all the required information, indicated by an asterisk (*). HTML code is not allowed.

Go to top